“Film yang berkisah mengenai era Perang Dunia II di Jerman, memang tidak jarang kali terdengar mencekam. Akan namun, Taika Waititi sukses mengemas film semacam itu melalui komedi satir jeniusnya tanpa menghilangkan esensi cerita yang sebetulnya.”
Sutradara: Taika Waititi
Produser: Carthew Neal, Taika Waititi, dan Chelsea Winstanley
Skenario: Taika Waititi
Menurut: Caging Skies by Christine Leunens
Pemeran: Roman Griffin Davis, Thomasin McKenzie, Taika Waititi, Rebel Wilson, Stephen Merchant, Alfie Allen, Sam Rockwell, dan Scarlett Johansson
Tanggal Rilis: September 8, 2019 (TIFF), October 18, 2019 (United States)
Semenjak Adolf Hitler dipilih menjadi Kanselir Jerman, dengan pesat dirinya membangun rezim totalitarian di Jerman yang diketahui dengan sebutan Reich ketiga. Keberhasilan rezim dalam memulihkan slot gacor hari ini perekonomian Jerman pasca Perang Dunia Pertama, seiring dengan meningkatnya kepopuleran Hitler. Apa yang dialami oleh Jerman di Perang Dunia Kedua, seringkali cuma membikin kita terkonsentrasi terhadap pertanyaan tentang satu-satunya führer Jerman, yakni Adolf Hitler. Namun, pernahkah terbesit oleh Anda untuk memandang momen hal yang demikian melalui sudut pandang seorang buah hati Jerman yang fanatik Nazi? Film Jojo Rabbit (2019) ada untuk menolong kita menjadikan daya pikir hal yang demikian.
Johannes Betzler yakni bocah berumur sepuluh tahun yang juga merupakan penggemar fanatik Adolf Hitler, malahan hingga dirinya mempunyai imaginary friend bernama Adolf Hitler yang diperankan oleh sang sutradara sendiri, Taika Waititi. Pada suatu hari Jojo yang benar-benar antusias meniru perkemahan pelatihan Nazi, mendapati dirinya diejek oleh para senior dan sahabat-sahabat sebab dirinya tak tega dikala diperintahkan untuk membunuh seekor kelinci. Dari momen hal yang demikian muncullah sebutan “Jojo Rabbit” sebab Jojo dianggap buah hati pengecut layaknya kelinci tadi.
Perselisihan kesetian dalam diri Jojo terhadap the führer dimulai dengan pertemuannya dengan Elsa, seorang gadis Yahudi yang disembunyikan ibunya Jojo di balik dinding lantai atas rumahnya. Via pertemuan hal yang demikian, sistem pandang Jojo pelan berubah seiring dengan kian eratnya relasi ia dengan Elsa, bahwa ternyata Yahudi sama seperti manusia lainnya, berlawanan dengan doktrin yang diterima Jojo selama ini.
Ideologi Buta
“You’re growing up too fast. A ten years old shouldn’t be celebrating war or talking politics. You should be having fun, climbing trees and then falling out of those trees.” Kata Ibunya Jojo terhadap Jojo. Penggalan dialog hal yang demikian bermakna mendalam bagi yang mendengarnya. Jojo hanyalah seorang buah hati kecil, namun apa yang dinyatakannya sehari-hari banyak berisi tentang politik dan tentu kekagumannya terhadap the führer. Elsa yang mulai mengetahui Jojo juga menolak bahwa Jojo merupakan seorang Nazi seperti apa yang diyakini Jojo. Bagi Elsa, Jojo hanyalah buah hati kecil penggemar fanatik lambang Swastika yang tak memahami betul akan Nazi yang sebetulnya.
Juga Berakhir Korban Peperangan
Jojo kelihatan benar-benar ketakutan dikala peperangan benar-benar terjadi di depan matanya, ia memandang bangunan-bangunan yang hancur, orang-orang berlari-larian menyelamatkan diri, dan para korban yang berguguran. Karena Jerman keok perang, Jojo menyadari bahwa kini cuma tinggal dirinya dan Elsa. Ibunya dieksekusi mati di tengah kota menciptakan Jojo yatim-piatu slot888 dan Jojo mau bahwa Elsa tak ikut serta meninggalkan dirinya.
“Jojo Rabbit” juga menyindir bentuk eksploitasi buah hati demi kepentingan politik. Jojo dan sahabat-sahabatnya meniru perkemahan untuk dilatih menjadi tentara ataupun dididik sebagai alat propaganda. Kecil Jojo terluka dikala pelatihan, menciptakan dirinya ditugaskan menolong menyebarluaskan poster propaganda. Kemudian, pada dikala peperangan pecah, Yorki teman bagus Jojo tak sengaja menembakan missile yang dibawanya akibat kelengahan dirinya yang menyapa Jojo. hal yang demikian menjadi indikasi bahwa mereka masih buah hati-buah hati yang lahiriah dan mental pada seusianya, tak sepatutnya dipersiapkan untuk sebuah peperangan.
Kerentanan –
“Jojo Rabbit” menyadarkan pembaca akan kerentanan buah hati-buah hati yang terlibat perselisihan perang. -buah hati ini tumbuh dengan memandang berjenis-jenis bentuk kekerasan yang terjadi di sekitarnya, tak sedikit dari mereka juga kehilangan member keluarganya. Seperti makna perkataan ibu Jojo, bahwa buah hati kecil tak sepatutnya memikirkan politik ataupun peperangan, melainkan mereka sepatutnya mempunyai kebebasan bermain dan merasakan masa kecilnya.
Kerentanan pemikiran buah hati-buah hati yang masih polos dinodai oleh berjenis-jenis variasi propaganda kepentingan politik. Jojo yang merupakan self-proclaimed Nazi dan penggemar berat Hitler, sama sekali tak menunjukan perilaku kebanyakan Nazi. Seperti makna perkataan Elsa terhadap Jojo yang menolak bahwa Jojo yakni seorang Nazi, bahwa buah hati kecil yakni makhluk polos yang belum mengerti betul mengenai apa yang diyakini atau dibelanya.
Satire Berjenis-variasi
Keseluruhan film ini merupakan satir kepada Nazi itu sendiri yang banyak diperankan layaknya mad man; orang yang kehilangan rasionalitasnya sebab dibutakan oleh ideologi bahwa kaumnya merupakan kaum paling kuat dan bertata krama sehingga merasa memiliki hak merendahkan Yahudi. ciri Yahudi yang diceritakan Nazi di sepanjang film juga sangatlah tak masuk nalar untuk orang dewasa, tetapi ironinya memungkinkan bagi buah hati kecil untuk mempercayainya. Jojo sendiri percaya bahwa Yahudi mempunyai tanduk dan sanggup membaca pikiran. lelucon yang terdapat dalam film bisa diterima dan benar-benar menghibur, tanpa menghilangkan esensi permulaan film. film Jojo Rabbit terkesan slot demo wild west gold full of comedy, namun film ini sebetulnya wujud sindiran riil yang sanggup mengenai perasaan dan pemikiran penontonnya. Tentunya, keberhasilan hal yang demikian tak terlepas dari kecakapan akting para pemeran film pria dan aktrisnya yang benar-benar mumpuni dalam membawakan makna pesan film.